Mangrove Potensial untuk Penyerapan Karbon
JAKARTA - Pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan cocok untuk penyerapan dan penyimpanan karbon. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengungkapkan, selain melindungi daerah pesisir dari abrasi, tanaman mangrove mampu menyerap emisi yang terlepas dari lautan dan udara. "Penyerapan emisi gas buang menjadi maksimal karena mangrove memiliki sistem akar napas." kata Zulkifli di Jakarta, Kamis (23/2).
Menurut Zulkifli, jumlah pohon mangrove yang telah ditanam mencapai 18.600 bibit dengan sistem guludan. Penanaman tersebut juga dicatat sebagai penanaman mangrove sistem guludan terbanyak oleh Museum Rekor Indonesia (Muri). Selain unggul dalam menyerap emisi, mangrove juga memiliki banyak fungsi lain. Di antaranya, pencegahan abrasi, bahkan mampu menahan hempasan tsunami. Selain itu. buah pohon mangrove juga bisa diolah menjadi tepung berbagai produk makanan. "Getahnya bisa dimanfaatkan sebagai bahan pewarna batik," tutur dia.
Zulkifli meminta agar masyarakat bisa memanfaatkan kawasan mangrove secara berkelanjutan dan tidak mengonversinya menjadi tambak. Hutan mangrove merupakan wilayah pemijahan bagi berbagai biota laut
Dalam jangka panjang konversi mangrove menjadi tambak justru merugikan secara ekologi dan ekonomi.
Dirjen Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosia] Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Harry Santoso menjelaskan, mangrove mampu menyerap emisi karbon 10 kali lipat dibandingkan hutan sekunder. Saat ini, hutan mangrove mulai dilirik sebagai lokasi investasi penyerapan dan penyimpanan karbon. "Sebuah konsorsium di Medan, Sumatera Utara mulai melakukan penanaman mangrove sebagai sebuah investasi karbon," ujar dia.
Konsorsium tersebut terdiri atas sejumlah perusahaan, termasuk yang bergerak pada jasa keuangan. Dana tersebut bukan dana CSR (corporate social n?spondbil/ty) tapi investasi untuk perdagangan karbon. Mere-ka menyalurkan kepada pelaksana pengelolaan mangrove yaitu Yayasan Gajah Sumatera.
Meski demikian, hutan mangrove masih menghadapi tantangan berupa konversi untuk tambak dan perkotaan. Padahal, pengelolaan tambak yang terintegrasi dengan hutan mengrove lestari justru bisa meningkatkan produktivitas tambak. "Tambak sebaiknya dibangun di sela-sela atau di belakang hutan mangrove. Ini akan produktif ketimbang membabat habis hutan mangrove," kata dia
Saat ini luas hutan mangrove di Indonesia sekitar 3,6 juta hektare (ha) dan 60% di antaranya dalam kondisi kritis atau sangat kritis.
Menurut Direktur Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kemenhut Bedjo Santoso, berbagai upaya tengah dilakukan untuk merehabilitasi hutan mangrove yang kritis. Tahun lalu kami targetkan rehabilitasi mangrove seluas 10 ribu ha dan realisasinya melebihi target Tahun ini juga kami targetkan rehabilitasi dengan luas yang sama," kata Bedjo.
Untuk merehabilitasi mang-rove, lanjut dia, pihaknya menjalin kerja sama internasional, termasuk dengan negara-negara Asean.
Perbaiki Ekosistem
Sementara itu, Rabu (22/2) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyerahkan 294 ribu bibit mangrove atau bakau untuk ditanam di Kendal. Jawa Tengah. Bantuan itu sebagai perwujudan program kegiatan "Ayo Tanam Mangrove (ATM)". Menanam bakau sebagai bagian dari pemulihan ekosistem pantai.
"Penyerahan bantuan 294 ribu bibit mangrove ini sebagai bentuk wujud nyata kepedulian KKP dalam upaya pemeliharaan lingkungan dan pemulihan kerusakan wilayah pesisir terutama ekosistem mangrove," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo di Jakarta, Rabu.
Menurut Zulkifli, jumlah pohon mangrove yang telah ditanam mencapai 18.600 bibit dengan sistem guludan. Penanaman tersebut juga dicatat sebagai penanaman mangrove sistem guludan terbanyak oleh Museum Rekor Indonesia (Muri). Selain unggul dalam menyerap emisi, mangrove juga memiliki banyak fungsi lain. Di antaranya, pencegahan abrasi, bahkan mampu menahan hempasan tsunami. Selain itu. buah pohon mangrove juga bisa diolah menjadi tepung berbagai produk makanan. "Getahnya bisa dimanfaatkan sebagai bahan pewarna batik," tutur dia.
Zulkifli meminta agar masyarakat bisa memanfaatkan kawasan mangrove secara berkelanjutan dan tidak mengonversinya menjadi tambak. Hutan mangrove merupakan wilayah pemijahan bagi berbagai biota laut
Dalam jangka panjang konversi mangrove menjadi tambak justru merugikan secara ekologi dan ekonomi.
Dirjen Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosia] Kementerian Kehutanan (Kemenhut) Harry Santoso menjelaskan, mangrove mampu menyerap emisi karbon 10 kali lipat dibandingkan hutan sekunder. Saat ini, hutan mangrove mulai dilirik sebagai lokasi investasi penyerapan dan penyimpanan karbon. "Sebuah konsorsium di Medan, Sumatera Utara mulai melakukan penanaman mangrove sebagai sebuah investasi karbon," ujar dia.
Konsorsium tersebut terdiri atas sejumlah perusahaan, termasuk yang bergerak pada jasa keuangan. Dana tersebut bukan dana CSR (corporate social n?spondbil/ty) tapi investasi untuk perdagangan karbon. Mere-ka menyalurkan kepada pelaksana pengelolaan mangrove yaitu Yayasan Gajah Sumatera.
Meski demikian, hutan mangrove masih menghadapi tantangan berupa konversi untuk tambak dan perkotaan. Padahal, pengelolaan tambak yang terintegrasi dengan hutan mengrove lestari justru bisa meningkatkan produktivitas tambak. "Tambak sebaiknya dibangun di sela-sela atau di belakang hutan mangrove. Ini akan produktif ketimbang membabat habis hutan mangrove," kata dia
Saat ini luas hutan mangrove di Indonesia sekitar 3,6 juta hektare (ha) dan 60% di antaranya dalam kondisi kritis atau sangat kritis.
Menurut Direktur Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kemenhut Bedjo Santoso, berbagai upaya tengah dilakukan untuk merehabilitasi hutan mangrove yang kritis. Tahun lalu kami targetkan rehabilitasi mangrove seluas 10 ribu ha dan realisasinya melebihi target Tahun ini juga kami targetkan rehabilitasi dengan luas yang sama," kata Bedjo.
Untuk merehabilitasi mang-rove, lanjut dia, pihaknya menjalin kerja sama internasional, termasuk dengan negara-negara Asean.
Perbaiki Ekosistem
Sementara itu, Rabu (22/2) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyerahkan 294 ribu bibit mangrove atau bakau untuk ditanam di Kendal. Jawa Tengah. Bantuan itu sebagai perwujudan program kegiatan "Ayo Tanam Mangrove (ATM)". Menanam bakau sebagai bagian dari pemulihan ekosistem pantai.
"Penyerahan bantuan 294 ribu bibit mangrove ini sebagai bentuk wujud nyata kepedulian KKP dalam upaya pemeliharaan lingkungan dan pemulihan kerusakan wilayah pesisir terutama ekosistem mangrove," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C Sutardjo di Jakarta, Rabu.
Menurut Sharif, terdapat banyak manfaat ekologis yang dapat dirasakan bila mangrove dijaga kelestariannya Mangrove sebagai tempat pemijahan ikan, pelindung daratan dari abrasi. Selain itu berguna juga untuk penyaring intrusi air laut ke darat-an dan kandungan logam berat yang berbahaya bagi kehidupan. Di Jawa Tengah, ujar Sharif, kerusakan hutan mangrove diperkirakan sekitar 5.000 hektare atau sekitar 90% dari total hutan mangrove yang terdapat di daerah Pantura Jawa Tengah.
Sharif memaparkan, kerusakan hutan mangrove itu terjadi di tujuh wilayah yaitu Jepara, Rembang. Demak, Semarang, Kendal, Tegal, dan Brebes.
Ia juga menuturkan, pembuatan satu hektare tambak ikan pada hutan mangrove alam akan meng-hasilkan ikan atau udang sebanyak 287 kilogram per tahun.
"Begitu juga sebaliknya, hilangnya setiap satu hektare hutan mangrove akan mengakibatkan kerugian 480 kilogram ikan dan udang di lepas pantai per tahunnya," katanya, (ina/jjr)
Sumber : Investor Daily Indonesia 24 febuari 2012, hal 7
http://kkp.go.id/index.php/arsip/c/7306/Mangrove-Potensial-untuk-Penyerapan-Karbon/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komen ya Gan..