Sabtu, 17 Desember 2011

Dokumen Perizinan Kapal Perikanan


Dokumen perizinan perikanan yang
 harus berada di atas kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan
pada saat beroperasi terdiri dari:

a.  SIPI asli bagi kapal penangkap ikan atau kapal lampu dan SIKPI asli bagi kapal pengangkut ikan;
b.  stiker  barcode pada kapal perikanan yang telah memperoleh izin bagi kapal berukuran di atas 30 (tiga puluh) GT;
c.  tanda pelunasan PPP dan/atau PHP asli bagi kapal berukuran di atas 30 (tiga puluh) GT;
d.  Surat Laik Operasi (SLO) yang diterbitkan oleh pengawas perikanan (SETIAP AKAN BEROPERASI); dan
e.  Surat Izin Berlayar (SIB) yang diterbitkan oleh syahbandar yang diangkat oleh Menteri.

PASAL 28
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
NOMOR PER.05/MEN/2008


 
 
 

Kamis, 15 Desember 2011

Mengenal NKRI


Sebelum bercerita tentang siapa atau apa itu pengawas perikanan, mari terlebih dulu kita beromantisme dengan masa  awal kemerdekaan. Setelah menyatakan diri sebagai negara yang merdeka pada 17 Agustus 1945, Indonesia tidak serta merta memiliki kedaulatan penuh atas wilayah darat dan laut NKRI.  Pada zaman itu, kedaulatan wilayah Negara ber ideologi Pancasila ini mengacu pada Undang Undang Hindia Belanda tahun 1939, yakni Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939). Dalam undang undang ini disebutkan bahwa setiap pulau hanya berhak atas 3 mil garis pantainya. Jadi NKRI waktu itu satu tapi terpisah pisah. Maksudnya, kapal asing bebas berlayar di laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.
Dengan kondisi tersebut, Negara berbendera merah putih ini  sangat rentan dalam urusan pertahanan negara. Selain itu juga rentan untuk kembali dijajah oleh Negara Belanda yang waktu itu masih ngotot mengatakan Indonesia belum merdeka. Sumberdaya Alam yang terkandung di Lautpun bebas di keruk asing selama lebih dari 3 mil laut. Menyadari kerentanan tersebut, pada tahun  Namun pada tahun 1957 tepatnya tanggal 13 Desember, Perdana Menteri Indonesia, Djuanda Kartawidlaya mengeluarkan statemen atau pernyataan bahwa “ Laut Indonesia adalah termasuk laut disekitarnya, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Pernyataan pada dunia ini selanjutnya dikenal dengan Deklarasi Djuanda. Selanjutnya Deklarasi ini diresmikan menjadi  UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia.
Namun tidak serat merta dunia menerima pernyataan Pak Djuanda. Beberapa negara sempat menentang Deklarasi yang menyatakan bahwa  Indonesia menganut konsep dasar wilayah negara kepulauan. Bayangkan saja, akibat yang ditimbulkan dari pernyataan itu sangat luar biasa. Luas wilayah Republik Indonesia berganda 2,5 kali lipat dari 2.027.087 km² menjadi 5.193.250 km² dengan pengecualian Irian Jaya yang walaupun wilayah Indonesia tapi waktu itu belum diakui secara internasional.
Kalau berhenti berjuang hanya karena ditentang negara lain bukan Bangsa Indonesia namanya. Dijajah belanda selama 3,5 abad saja Indonesia terus ngeyel  ingin merdeka, apalagi sekarang sekedar mencari pengakuan.  Oh ya, saya lupa memaparkan isi yang sebenarnya Deklarasi Djuanda, berikut isi Deklarasi Juanda.
1. Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak tersendiri
2. Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
3. Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan wilayah Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan :
a. untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat
b. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan azas negara Kepulauan
c. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan keselamatan NKRI

Setelah melewati berbagai halangan dan berbagai rintangan perjuanganpun menghasilkan buah manis. Pada tahun 1982 melalui Konvensi Hukum Laut PBB (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS ) ke III, deklarasinya Pak Djuanda diterima dunia. Nah, kemudian pada tahun 1985 lahirlah UU No 17 tentang pengesahan UNCLOS 1982 bahwa Indonesia adalah negara Kepulauan. Sebelum lengser dari jabatannya, Pak Presiden kedua RI, Soeharto, mencanangkan tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara, keputusan ini dipertegas oleh Presiden Abdurrachman Wahid melalui Kepres RI No 126 Tahun 2001 tanggal tersebut sebagai hari perayaan Nasional.
Selanjutnya pada tahun 2002 terbitlah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 Tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik garis pangkal Kepulauan Indonesia. Dalam PP ini di lampirkan 183 tempat Titik tempat penarikan garis pangkal. Kasmaran masa kemerdekaan sampai disini dulu.
Lalu apa hubungannya penjelantahan Indonesia sebagai negara kepulauan dengan Pengawas Perikanan?
Tentu saja sangat berkaitan erat, kalau saja pak Djuanda tidak mengeluarkan pernyataan pada tahun 1959 itu, kekayaan laut yang dimiliki indonesia tidak seperti sekarang ini. Bayangkan saja (dibayangkan karena jika mau diliat satu-satu juga gak punya duit mau jalan-jalan :p) apa saja Sumber Daya Alam (SDA) yang ada didalam laut, mulai dari Sumberdaya Ikan (SDI) seperti ikan, cumi-cumi, tuna, kerang,  Sumberdaya Kelautan (SDK) seperti Terumbu karang, Padang lamun, mangrove, belum lagi barang tambang minyak, gas dan Barang Berharga Muatan Kapal Tenggelam (BMKT). Kalu ditotal-total, buat beli krupuk mah gak bakal abis tujuh turunan.  Kalu dulu sebelum di akui UNCLOS mungkin kekayaan laut yang dimiliki Negara peringkat korupsi ketiga di Dunia ini hanya seper sekiannya saja.
Dengan kekayaan yang melimpah dan dipercaya dunia untuk mengelolanya tentu saja kita tidak boleh menyia-nyiakannnya. Sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 bahwa seluruh kekayaan negara diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat. Karena untuk kesejahteraan, tentu saja perlu pengawasan dalam pengelolaannya.  Terkait dengan SDI,  SDK dan BMKT sangat erat sekali kait dengan perairan/laut. Agar pengeloaan Sumberdaya ini bersifat sustainable maka lahirlah UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang kini berubah menjadi UU no 45 tahun 2009 tentang Perikanan.
Dalam Undang-undang itu disebutkan bahwa Pengawas Perikanan bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan ketentuan perturan perundang-undangan dibudang perikanan (pasal 66). Dengan adanya pengawasan diharapkan kegiatan pemanfaatn Sumberdaya Ikan yang ilegal unreported unregulated (IUU) sifatnya bisa mengancam keberlanjutan sumber daya Ikan dan merugikan negara  bisa di tekan bahkan dibumi hanguskan.  

MENGENAL SATKER PSDKP NATUNA DAN WILKER-NYA


SATKER PSDKP NATUNA/RANAI merupakan salah satu satker yang berada dibawah Stasiun Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Pontianak. SATKER ini berada dan meng-cover seluruh kawasan Kabupaten Natuna. Walaupun pada awalnya memiliki embel-embel Ranai, kini lebih tepat penyebutannya cukup SATKER PSDKP NATUNA.
Letak kantor satker ini berada di Desa Tanjung Kumbik Utara Kecamatan Pulau tiga, Kabupaten Natuna. Bangunan Satker sudah berdiri sejak tahun 2008. Terdiri dari kantor pusat dan mess/tempat tinggal pegawai. Dan sejak tahun 2011 telah berdiri bangunan baru demi menunjang peningkatan kinerja.
Pegawai Satker
Sejak berdiri tahun 2008, Satker yang dipimpin oleh seorang kepala ini telah mengalami 3 kali pergantian kepemimpinan, yakni Andi Warman (NIP. 19641105 198903 1 002), Jumali A.Md (NIP.19660915 198703 1 003) dan sejak November 2011 Kepala Satker PSDKP Natuna adalah Ismajaya, S.Pi (19820108 200801 1 006). Selanjutnya, dalam melaksanakan tugas sehari-hari Kasatker PSDKP Natuna (sebutan untuk kepala Satuan Kerja) didukung oleh 10 staf-nya. Berikut daftar 10 Staf Satker Natuna.
Saiful Anam, S.Pi (NIP. 19860630 201012 1 002)
M. Ismail
Raja Syahrudin
Teddy
Suroso
Riduan
Saka Primadani
Apriansyah
Jefrijal
Pipit Sunarti

 Wilayah Kerja
Kabupaten Natuna sendiri merupakan Kabupaten kepulauan dengan 98 persen kawasannya adalah perairan. Dari kumpulan Pulau-pulau tersebut terciptalah 12 kecamatan. Yakni Bunguran Timur, Bunguran Barat, Bunguran Selatan, Bunguran Timur Laut, Bungungar Utara, Bunguran Tengah, Pulau Tiga, Pulau Laut, Subi, Midai, Serasan Timur, Serasan. Setiap kecamatan bisa terdiri dari lebih dari dua pulau.
Transportasi Menuju Satker
Dari pontianak
Pesawat
Pesawat dari Pontianak-Natuna hanya terbang pada hari Selasa dan Jumat (berangkat jam 12.00). Anda juga bisa naik pesawat dari Tanjung Pinang (tiap hari terbang). Dan Batam (selasa, kamis, sabtu terbang, kalu g salah se :p). Setelah menmpuh perjalanan sekitar 1 jam pesawat akan mendaratdi Bandara AURI Ranai. Dari bandara harus menginap dulu di hotel karena transportasi menuju Selat Lampa (nama pelabuhan untuk naik kapal menuju Pulau Kumbik) baru ada pagi hari. Sekitar pukul 06.00 angkot berangkat dari hotel (angkot bisa lewat tlpn atau tanya pada reseptionis hotel) menujunselat lampa dengan kurun waktu sekitar 1 jam 45 menit tanpa berhenti (lancar gan).  Di Selat Lampa, kapal angkot atau sering disebut pompong oleh masyarakat siap mengantar kepulau yang dituju. Tinggal bilang Satker Natuna/Perikanan, sampailah di Pulau Kumbik. Menuju Satker?silahkan jalan kaki atau tlpn kawan Satker.
 Naik Kapal KM Bukit Raya Juga bisa. Dari Pontianak Sekitar 30 jam perjalanan. Dari Tanjung Pinang kira2 gakjauh beda lah.

Minggu, 04 Desember 2011

ASAL MUASAL SATKER PSDKP NATUNA


Natuna merupakan Kabupaten Kepulaun yang berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan.  Berada di ujung utara Indonesia dengan Potensi Sumberdaya Ikan (SDI) yang melimpah, menjadikan kawasan ini rawan akan pencurian ikan oleh nelayan asing.
Selain itu, jika kita perhatikan di Peta, Kabupaten yang kawasannya sekitar 98 persen adalah perairan ini, tiga arah mata anginnya berbatasan dengan Negara lain. Di sebalah utara, Kabupaten Natuna berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja. Sedangkan di sebelah barat, Kabupaten kaya minyak ini bertetangga dengan Singapura dan Malaysia Barat. Sedangkan Malaysia Timur berbatasan dengan sisi sebelah Timur Kabupaten yang berada di Propinsi Kepulauan Riau ini.
Hingga sekitar tahun 2002  Kabupaten Natuna menjadi serbuan nelayan asing (baik Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia maupun Cina) penangkap ikan. Tidak sampai disana saja, bahkan nelayan-nelayan asing ini tak segan-segan menyandarkan kapalnya di Pulau-pulau kecil Natuna dan menjarah kebun-kebun warga. Menurut warga, walaupun disekitar pulau tersebut berdiri Pos TNI-AL, para prajurit tersebut seakan tutup mata.
Setiap hari warga disajikan dengan puluhan bahkan ratusan kapal yang menyerbu perairan nasional. Lebih mengenaskan lagi, ketika nelayan lokal (Indonesia) yang tersingkir/kabur saat bertemu dengan kapal-kapal penangkap ikan asing karena kalah besar (baca:kapal) dan jumlah. Beruntung kejadian ini tidak terus berlanjut. Sejak tahun 2002 Nelayan asing ini lari ketakutan begitu melihat Kapal Putih (sebutan dari nelayan asing untuk Kapal Pengawas Perikanan RI).
Akibat bekas serbuan nelayan asing ini sangat berdampak pada kondisi SDI di Perairan Natuna dan sekitarnya, pasalnya pelaku illegal Fishing tersebut menggunakan alat tangkap Pair Trawl (Pukat harimau yang di jalankan dengan dua kapal). Alat tangkap ini merupakan jenis alat tangkap yang merusak lingkungan karena menggerus semua benda di dasar perairan, akibatnya banyak terumbu karang dan biota pendukung perairan lainnya (padang lamun) rusak berat.
Keberlanjutan ikan pun terganggu. Dalam kurun beberapa tahun susah ditemui Kerapu (ikan andalan nelayan lokal Natuna) ukuran besar. Kondisi ini cepat disadari oleh pemerintah daerah, yang kemudian muncullah program Coremap (perbaikan/rekondisi/penanaman terumbu karang). Pelan-pelan kondisi perairanpun membaik.
  Kondisi perairan yang sudah membaik ini tidak serta merta menyelesaikan tugas. Justru keadaan yang mulai kodusif ini perlu mendapatkan pengawasan agar kegiatan illegal fishing (Unreported and unregulation) baik oleh nelayan lokal maupun nelayan asing tidak kembali terjadi. Agar pemantauan lebih kondusif terhadap pengawasan SDI, terbentuklah Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Natuna (Satker PSDKP Natuna) pada tahun 2008.
Secara struktural Satker PSDK Natuna merupakan unit pelaksana teknis yang berada dibawah Stasiun PSDKP Pontianak yang dipimpin oleh Kepala Stasiun yang merupakan Pejabat Eselon IV. Hal ini tercantum dalam  Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.04/MEN/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Bidang Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.