SATUAN KERJA PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NATUNA/RANAI
SATKER PSDKP NATUNA/RANAI berada dibawah Stasiun Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Pontianak. SATKER ini berada dan meng-cover seluruh kawasan Kabupaten Natuna. Walaupun pada awalnya memiliki embel-embel Ranai, kini lebih tepat penyebutannya cukup SATKER PSDKP NATUNA.
Secara struktural Satker PSDKP Natuna merupakan unit pelaksana teknis yang berada dibawah Stasiun PSDKP Pontianak, Direktorat Jenderal PSDKP, dimana stasiun dipimpin oleh Kepala Stasiun yang merupakan Pejabat Eselon IV. Hal ini tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.04/MEN/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Bidang Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.
Letak kantor satker ini berada di Desa Karang Labak Kecamatan Pulau tiga, Kabupaten Natuna. Bangunan Satker sudah berdiri sejak tahun 2008. Terdiri dari kantor pusat dan mess/tempat tinggal pegawai. Dan sejak tahun 2011 telah berdiri bangunan baru demi menunjang peningkatan kinerja.
Kantor Tampak Depan
Kantor Tampak belakang
Natuna merupakan Kabupaten Kepulaun yang berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan. Berada di ujung utara Indonesia dengan Potensi Sumberdaya Ikan (SDI) yang melimpah, menjadikan kawasan ini rawan akan pencurian ikan oleh nelayan asing.
Selain itu, jika kita perhatikan di Peta, Kabupaten yang kawasannya sekitar 98 persen adalah perairan ini, tiga arah mata anginnya berbatasan dengan Negara lain. Di sebalah utara, Kabupaten Natuna berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja. Sedangkan di sebelah barat, Kabupaten kaya minyak ini bertetangga dengan Singapura dan Malaysia Barat. Sedangkan Malaysia Timur berbatasan dengan sisi sebelah Timur Kabupaten yang berada di Propinsi Kepulauan Riau ini.
Hingga sekitar tahun 2002 Kabupaten Natuna menjadi serbuan nelayan asing (baik Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia maupun Cina) penangkap ikan. Tidak sampai disana saja, bahkan nelayan-nelayan asing ini tak segan-segan menyandarkan kapalnya di Pulau-pulau kecil Natuna dan menjarah kebun-kebun warga. Menurut warga, walaupun disekitar pulau tersebut berdiri Pos TNI-AL, para prajurit tersebut seakan tutup mata.
Setiap hari warga disajikan dengan puluhan bahkan ratusan kapal yang menyerbu perairan nasional. Lebih mengenaskan lagi, ketika nelayan lokal (Indonesia) yang tersingkir/kabur saat bertemu dengan kapal-kapal penangkap ikan asing karena kalah besar (baca:kapal) dan jumlah. Beruntung kejadian ini tidak terus berlanjut. Sejak tahun 2002 Nelayan asing ini lari ketakutan begitu melihat Kapal Putih (sebutan dari nelayan asing untuk Kapal Pengawas Perikanan RI).
Akibat bekas serbuan nelayan asing ini sangat berdampak pada kondisi SDI di Perairan Natuna dan sekitarnya, pasalnya pelaku illegal Fishing tersebut menggunakan alat tangkap Pair Trawl (Pukat harimau yang di jalankan dengan dua kapal). Alat tangkap ini merupakan jenis alat tangkap yang merusak lingkungan karena menggerus semua benda di dasar perairan, akibatnya banyak terumbu karang dan biota pendukung perairan lainnya (padang lamun) rusak berat.
Keberlanjutan ikan pun terganggu. Dalam kurun beberapa tahun susah ditemui Kerapu (ikan andalan nelayan lokal Natuna) ukuran besar. Kondisi ini cepat disadari oleh pemerintah daerah, yang kemudian muncullah program Coremap (perbaikan/rekondisi/penanaman terumbu karang). Pelan-pelan kondisi perairanpun membaik.
Kondisi perairan yang sudah membaik ini tidak serta merta menyelesaikan tugas. Justru keadaan yang mulai kodusif ini perlu mendapatkan pengawasan agar kegiatan illegal fishing (Unreported and unregulation) baik oleh nelayan lokal maupun nelayan asing tidak kembali terjadi. Agar pemantauan lebih kondusif terhadap pengawasan SDI, terbentuklah Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Natuna (Satker PSDKP Natuna) pada tahun 2008.